KERUSAKAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI
PULAU SIOMPU KABUPATEN BUTON , SULAWESI SELATAN
FEBRIAND MADIKA - 08151013
Indonesia merupakan salah satu negara
kepulauan yang dua per tiga nya adalah lautan kemudian sisanya merupakan
daratan. Indonesia memiliki 17.805 buah pulau yang memiliki garis pantai
terpanjang kedua didunia di dunia setelah Kanada, yaitu sepanjang 81.000 km2.
Sepanjang garis pantai di indonesia terdapat 51.000 km2 terumbu
karang yang menyumbang 18% luas total terumbu karang dunia (Arief, 2011) . Selain terumbu karang,
kawasan pesisir Indonesia juga terdiri dari estuaria, padang lamun, dan
mangrove. Wilayah pesisir ini sendiri sangat lah berguna bagi kepentingan
manusia. Secara mikro sumberdaya kawasan pesisir dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan
hidup esensial penduduk sekitarnya sedangkan secara makro, merupakan potensi
yang sangat dibutuhkan dalam rangka menunjang kegiatan pembangunan nasional
disegala bidang. (Hutomo, 1987). Maka dari itu keberadaan potensi sumber daya
alam hayati dan non hayati perlu dikelolah dan dimanfaatkan secara bijaksana
sehhingga dapat lestari dan berkesinambungan. Ekosistem terumbu karang
merupakan bagian dari ekosistem laut yang menjadi tempat kehidupan bagi
beraneka ragam biota laut.
Menurut Lauretta(2012) , Terumbu karang
merupakan salah satu ekosistem yang paling produktif didunia dan juga merupakan
tempat paling kaya akan keanekaragaman hayati. Terumbu karang juga sering
menghadapi sederet panjang ancaman yang semakin hebat, termasuk penangkapan
berlebihan, pembangunan pesisir, limpasan dari pertanian dan pelayaran. Selain
itu Ekosistem terumbu karang adalah lingkungan alami yang berkembang namun
dapat diubah oleh manusia dengan pemanfaatan yang tidak rasional. Hal inilah
yang menimbulkan persoalan betapa pentingnya pemeliharaan produktivitas terumbu
karang sebagai prioritas dalam strategi konservasi dun. ia. Odum (1971)
mengatakan bahwa ekosistem terumbu karang memiliki daya pulih yang sangat
rendah terhadap kerusakan yang terjadi didalamnya. Menurut Ministry of State
for Environment (1986) dalam Supriharyono (2002), diperkirakan hanya 7% terumbu
karang di indoneisa yang kondisinya sangat baik, 33% baik, 46% rusak dan 15%
dalam kondisi sangat kritis. Menurut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (2012),
menyebutkan bahwa terdapat beberapa penyebab rusaknya terumbu karang ,
diantaranya adalah sedimentasi , hal ini terjadi karena adanya penambangan atau
pertanian di daerah aliran sungai ataupun penebangan hutan tropis yang
menyebabkan tanah hutan mengalami erosi dan terbawa melalui aliran sungai ke
laut dan terumbu karang yang menyebabkan air menjadi kotor dan tidak jernih
lagi sehingga terumbu karang tidak dapat bertahan hidup lama karena kurangnya
cahaya. Kemudian adanya penangkapan ikan dengan bahan peledak, cara yang satu
ini biasa dilakukan oleh nelayan yang ingin mendapatkan ikan dengan cepat dan
banyak , namun metode ini dapat menyebabkan kematian ikan-ikan kecil selain itu
bahan peledak ini juga merusak terumbu karang yang ada disekitarnya. Setelah
itu adanya pengumpulan dan pengerukan terumbu karang yang akan di buat sebagai
bahan bak konstruksi atau pun dijual untuk cindera mata juga dapat merusak
terumbu karang. Kemudian yang terakhir adalah pengambilan terumbu karang oleh
wisatawan yang digunakan sebagai hiasan , oleh-oleh , ataupun diperjual
belikan, selain itu biasanya wisatawan warga sekitar juga meninggalkan sampah
yang dapat mencemari air laut. Bahan kimia yang terkandung dalam sampah,
seperti sampah plastik dapat mengganggu ekosistem air laut sehingga biota laut
seperti terumbu karang akan mengalami kesulitan untuk berkembang bahkan tidak
jarang yang mati akibat sampah ini.
Kabupaten Buton merupakan salah satu
kabupaten di Sulawesi Tenggara yang secara geografis terletak dibagian selatan
garis khatulistiwa, memanjang dari utara ke selatan diantara 4,96o –
6,25 o lintang selatan dan membentang dari barat ke timur diantara
120,00 o – 123,34 o Bujur Timur, meliputi sebagian pulau
Muna dan Buton. Kabupaten Buton memiliki daratan seluas kurang lebih 1.182,40 km2
(BPS Buton, 2016). Kabupaten ini terdiri dari 10 pulau yang terbagi menjadi 6
pulau berpenghuni dan sisanya adalah pulau tak berpenghuni. Salah satu hal yang
menarik adalah pulau-pulau ini memiliki kekayaan alam flora dan fauna antara
lain taman laut yang menyebar di sekeliling yang didalamnya hidup berbagai
jenis ikan dan tumbuhan laut yang sangat indah, juga jenis terumbu karang
pesisir. Pulau Siompu merupakan salah satu dari kesepuluh pulau di kabupaten
Buton dengan terumbu karang yang indah dan masih merupakan sentra pertemuan
nelayan penangkap ikan. Pulau ini merupakan salah satu daerah Fishing ground yang potensial daripada
pulau-pulau kecil lainnya dengan hasil tangkapan ikan permukaan diantaranya
adalah lemuru (Sardinella longiceps) , Cumi – cumi (loligo, sp), Tongkol
(Nueuthynsattinis), Layang (Decapterus spp) dan masih banyak lagi. Sebagian
besar penduduk pulau Siompu sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan
sehingga dapat diasumsikan bahwa aktifitas masyarakat sehari-hari akan berhubungan
dengan keberadaan lokasi ekosistem terumbu karang di sekitarnya. Sebagian
masyarakat di pulau siompu melakukan penangkapan ikan dengan cara sendiri yang
mereka anggap mudah namun tidak memperhatikan dari segi kelestarian dan
keberlanjutan ekosistem terumbu karang kedepannya. Cara yang dimaksud disini
adalah penggunaan bahan peledak dan racun ikan (potassium cyanida) atau yang
biasa disebut sianida. Faktor lain yang menyebabkan kerusakan pada ekosistem
terumbu karang di pulau Siompu adalah kegiatan pengambilan batu karang (stony
coral) untuk berbagai keperluan seperti pengerasan jalan, fondasi rumah, maupun
digunakan sebagai penghalang ombak yang secara langsung berdampak negatif
terhadap pertubuhan dan perkembangan terumbu karang di pulau Siompu . Pakpahan (1996)
dalam Haruddin (2011).
Berdasarkan Undang-undang Republik
Indoneisa nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah pesisir dan
pulau-pulau, Pasal 66 ayat (1) menyebutkan bahwa Setiap Orang dan/atau
penanggung jawab kegiatan yang melawan hukum dan mengakibatkan kerusakan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
ini wajib membayar ganti kerugian kepada negara dan/atau melakukan tindakan
tertentu berdasarkan putusan pengadilan. Berdasarkan peraturan tersebut maka
Sebaiknya Pemerintah Daerah dapat atau perlu memberlakukan sanksi kepada
pihak-pihak yang melakukan pengrusakan ekosistem terumbu karang sehingga dalam
jangka panjang keberlangsungan dan kelestarian terumbu karang dapat terjaga.
Selain dengan peraturan, untuk menjaga
kelestarian Ekosistem Terumbu Karang di Pulau Siompu perlu melibatkan
masyarakat dalam upaya untuk melestarikan Ekosistem Terumbu Karang. Dalam
pencegahan kerusakan Terumbu karang, masyarakat perlu ikut andil dalam membantu
Pemerintah Daerah dengan cara pemberian pengetahuan tentang bahaya penggunaan
bom ikan dan juga racun ikan terhadap Ekosistem Terumbu Karang dan juga
keberlangsungan ikan itu sendiri. Kemudian selain Pemberian sosialisasi perlu
adanya rehabilitasi terhadap terumbu karang yang rusak sehingga dapat
mempercepat pemulihan terumbu karang yang rusak akibat aktifitas masyarakat .
DAFTAR PUSTAKA
Arief,
M., G. Winarso., T. Prayoga. 2011. Kajian Perubahan Garis Pantai Menggunakan
Data
Satelit Landsat di Kabupaten Kendal. Jurnal Penginderaan Jauh 8 (1) : 71-80.
Satelit Landsat di Kabupaten Kendal. Jurnal Penginderaan Jauh 8 (1) : 71-80.
Badan
Pusat Statistik. 2016. Kabupaten Buton Dalam Angka 2016. Juli. BPS
Kabupaten Buton.
Buton.
Buton.
Haruddin,A.,
E. Purwanto., S. Budiastuti. 2011. Dampak Kerusakan Ekosistem Terumbu Karang
Terhadap Hasil Penangkapan Ikan Oleh Nelayan Secara Tradisional di Pulau Siompu
Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi Tenggara. Jurnal EKOSAINS 3(3).
Terhadap Hasil Penangkapan Ikan Oleh Nelayan Secara Tradisional di Pulau Siompu
Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi Tenggara. Jurnal EKOSAINS 3(3).
Hutomo,
M., M.H. Azkab. 1987. Peranan Lamun di perairan laut dangkal. 12(1) :13-23.
Lauretta,
B., K. Reytar., M.Spalding., M. Perry,A. 2012. Menengok Kembali Terumbu Karang
yang Terancam di Segitiga Terumbu Karang. World Resources Institute.
yang Terancam di Segitiga Terumbu Karang. World Resources Institute.
Odum,
E.P. 1971. Fundamentals of Ecology. W.B.
Sounders Company Ltd. Philadelphia.
Supriharyono.
2002. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya
Alam di Wilayah Pesisir Tropis.
Pt. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Pt. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil. 17 Juli 2007. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 84. Jakarta.
Pulau-Pulau Kecil. 17 Juli 2007. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 84. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar