Kamis, 20 Desember 2018

Pengelolaan Pariwisata Pesisir Kota Cirebon yang berkelanjutan dengan pembangunan Waterfront City


Pengelolaan Pariwisata Pesisir Kota Cirebon yang berkelanjutan dengan pembangunan Waterfront City
Komitmen Negara Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar menjadikan isu pengembangan potensi sumberdaya alam sebagai isu sentral untuk membangun kesejahteraan masyarakat. Kondisi geografis Indonesia yang memiliki panjang pantai hingga kurang lebih 81.000 km yang merupakan pantai terpanjang di dunia , dengan jumlah pulau mencapai lebih dari 17.500 ini menjadi topik pembahasan yang sangat penting dalam pengembangan potensi dari segi kelautan di Indonesia. Keadaan ini juga yang menyebabkan kawasan pesisir menjadi andalan sumber pendapatan masyarakat Indonesia.
Wilayah pesisir sendiri memiliki arti strategis karena merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut, serta memiliki potensi sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan yang sangat kaya. Kemudian menurut Kay dan Alder pesisir adalah wilayah yang unik, karena dalam konteks bentang alam, wilayah pesisir merupakan tempat bertemunya daratan dan lautan. Transisi antara daratan dan lautan di wilayah pesisir ini telah membentuk ekosistem yang beragam dan sangat produktif serta memberikan nilai ekonomi yang luas biasa tehadap manusia.  Dalam Pengelolaannya , menurut UUD Negara RI 1945 pasal 33 ayat 3 , secara normatif kekayaan sumberdaya pesisir dikuasai oleh Negara untuk dikelola sedemikian rupa dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat pesisir  perlu adanya perencanaan. Perencanaan pembangunan pesisir pantai yang berkelanjutan mempertimbangkan atau memperhatikan pula perkembangan kawasan perkotaan dimana kawasan  pesisir pantai itu berada. Pengelolaan wilayah pesisir yang berkelanjutan dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan pembangunan waterfront city.
Carr (1992) mendefinisikan waterfront area atau kawasan tepi air sebagai area yang dibatasi oleh air dari komunitasnya yang dalam pengembangannya mampu memasukkan nilai manusia, yaitu kebutuhan akan ruang public dan nilai alami. Sedangkan Wrenn (1983) mendefinisikan Waterfront development sebagai interface between land and water, yang mengartikan bahwa kata interface disini mengandung pengertian adanya kegiatan aktif yang memanfaatkan pertemuan antara daratan dan perairan. Adanya kegiatan inilah yang dapat membedakan kawasan waterfront city dengan kawasan lain , yaitu meski memiliki unsur air apabila unsur airnya dibiarkan pasif maka tidak dapat disebut waterfront development. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian Waterfront development adalah pengolahan kawasan tepian air yaitu kawasan pertemuan antara daratan dan perairan dengan memberikan muatan kegiatan aktif pada pertemuan tersebut. Perairan yang dimaksud bisa berupa air alami (laut, sungai , danau) atau unsur air buatan (kolam, danau buatan). Sedangkan muatan kegiatan bisa berupa aktifitas perairan seperti berperahu atau aktivitas lain yang memanfaatkan pemandangan sekitar daerah perairan.
Kota Cirebon terletak di pantai Utara Provinsi Jawa Barat dan berbatasan dengan sungai kedung pane di sebelah utara, sungai banjir kanal atau kabupaten Cirebon di sebelah barat, sungai kalijaga di sebelah selatan, dan laut jawa di sebelah timur . Kota yang memiliki iklim tropis ini terdiri atas 5 kecamatan, yaitu kecamatan Harjamukti, Lemahwungkuk, Pekalipan, Kesambi, dan Kejaksan. Letaknya sangat strategis karena merupakan simpul transportasi dari Jakarta menuju Provinsi Jawa Barat bagian Timur dan Provinsi Jawa Tengah melalui jalur utama lintas pantai utara, selain itu Kota Cirebon juga memiliki pelabuhan yang terletak di kecamatan Lemahwungkuk. Keberadaan Pelabuhan ini membuka akses dari luar kota Cirebon untuk dapat masuk ke kota Cirebon . Letak yang strategis tadi menjadikan suatu keuntungan bagi kota Cirebon, terutama dari segi perhubungan dan komunikasi. Kota Cirebon yang secara geografis berada pada posisi 108034’57” BT dan 6042’56” LS pada pantai utara pulau jawa ini memiliki kondisi pesisir yang perlu dikembangkan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi.
Lokasi Kota Cirebon yang terletak di wilayah pantai dan mempunyai panjang +- 7km, dengan diberlakukannya otonomi daerah maka daerah tersebut memiliki kewenangan untuk mengelolah wilayah laut sampai 4 mil, dan menjadikan Cirebon memiliki luas wilayah perairan 51,86 km2 atau 58,13% dari total luas wilayah daratan dan lautan yang mengyebabkan mayoritas masyarakat pesisirnya berprofesi sebagai nelayan. Persoalan Umum yang paling mendominasi kehidupan masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan adalah kemiskinan. Sebagai contoh pada Kecamatan Lemahwungkuk terdapat 2.6944 keluarga miskin dan pada Kecamatan Kejaksan terdapat 2.751 keluarga miskin. Selain masalah kemiskinan , permasalahan lain yang dihadapi kota Cirebon saat ini adalah wilayah administrasi kota nya yang kecil dan potensi yang dimiliki kota Cirebon kurang berkembang karena keterbatasan sarana prasarana. Kondisi wilayah pesisir yang kurang baik akibat terjadinya abrasi ombak laut dan belum adanya penataan di wilayah pesisir juga merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi kota ini. Meski begitu, Kota Cirebon sebagai daerah yang kondisi geografisnya merupakan dataran rendah memiliki kondisi pesisir yang dapat dikembangkan, seperti potensi di bidang kesejarahan dan peninggalan sejarah seperti keraton-keraton dan makam sunan dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi kota Cirebon. Selain itu, terdapat juga potensi di bidang kuliner, Sumber Daya Alam dan sumber daya manusia atau yang biasa disebut SDM. Potensi ini dapat digunakan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi Kota Cirebon sendiri. Berdasarkan berbagai permasalahan diatas yang telah dijabarkan, maka perlu adanya penataan dengan membuat konsep Waterfront City pada kawasan Pesisir Kota Cirebon. Untuk menjalankan konsep Waterfront City kota Cirebon memerlukan adanya perluasan wilayah administrasi. Pembangunan pesisir pantai ini merupakan pembangunan yang berkelanjutan, yakni pembangunan nya luas dan dalam jangka panjang. Waterfront City akan dibangun di atas tanah reklakmasi tersebut dan tata ruang kota perlu diperhatikan dalam membangun waterfront city di pesisir pantai Cirebon. Sehingga, pembangunannya dapat memenuhi tujuan yang hendak di capai, yakni meningkatkan dan mengembangkan potensi yang ada di pesisir pantai kota Cirebon.
Aksesibilitas pesisir pantai kota Cirebon mengandalkan keberadaan Pelabuhan Cirebon. Optimalisasi Pelabuhan Cirebon akan meningkatkan aktivitas dalam pelabuhan. Hal ini perlu didukung dengan infrastruktur yang memadai dalam pelabuhan. Selain itu diperlukan juga sarana dan prasarana di sekitar pelabuhan untuk meningkatkan aktivitas di pesisir pantai kota Cirebon karena ini akan berdampak pada keberhasilan Konsep Waterfront City itu sendiri. Kondisi di sekitar pantai yang akan dibangun waterfront city juga perlu diperhatikan. Keadaan gelombang laut di pantai utara kota Cirebon, pola sedimentasi yang terjadi dan berbagai hal lainnya perlu ditinjau dalam perencanaan pembangunan untuk melindungi pantai dengan memberikan pemecah gelombang lepas pantai.  Pemecah gelombang lepas pantai adalah bangunan yang terpisah dari pantai dan sejajar dengan garis pantai. Gelombang yang menuju pantai terhalang oleh bangunan tersebut sehingga gelombang yang sampai pantai sudah mengecil dan energi untuk merusak pantai berkurang. Daerah di belakang bangunan menjadi  tenang. Transport sedimen sepanjang pantai yang berasal dari daerah di sekitarnya akan diendapkan di belakang bangunan. Pengendapan tersebut menyebabkan terbentuknya salient. Apabila bangunan ini cukup panjang terhadap jaraknya dari garis pantai, maka akan terbentuk tombolo. Pemecah gelombang lepas pantai terdiri dari suatu seri pemecah gelombang. Wilayah muara sungai yang dijadikan sebagai tempat berlabuhnya kapal-kapal nelayan pun perlu diberi perlindungan agar tidak terjadi sedimentasi yaitu dengan membangun jetty.
Jetty adalah bangunan tegak lurus pantai yang diletakan pada kedua sisi muara sungai yang berfungsi untuk menahan sedimen atau pasir yang bergerak sepanjang pantai masuk dan mengendap di muara sungai. Pada penggunaan muara sungai sebagai alur pelayaran, pengendapan di muara dapat mengganggu lalu lintas kapal. Untuk keperluan tersebut jetty didesain harus panjang sampai ujungnya berada di luar gelomabng pecah. Jetty yang panjang membuat transport sedimen sepanjang pantai dapat tertahan. Kondisi gelombang pada alur pelayaran tidak pecah, sehingga memungkinkan kapal masuk ke muara sungai. Pembangunan jetty atau pemecah gelombang dapat melindungi kawasan reklamasi pantai yang di atasnya akan didirikan waterfront city. Hal ini dapat mengurangi terjadinya abrasi di kawasan reklamasi tersebut. Jika kawasan  reklamasi sudah terlindungi, maka tahap perencanaan dilanjutkan dengan menata kota baru di tepi laut atau waterfront city.
Pada konsep waterfront city yang akan dibangun , pertama yang ada didalamnya adalah permukiman nelayan. Pemukiman nelayan menjadi salah satu ikon penting dalam pembangunan Waterfront City , karena persebaran penduduk yang tidak merata dan banyaknya perkampungan nelayan yang bisa dikatakan kumuh menjadi salah satu masalah bagi pemerintah kabupaten Cirebon sendiri. Pembangunan pemukiman nelayan di dalam Waterfront City ini diharapkan menjadi solusi bagi pemerintah kota dalam mengatur permukiman penduduk pesisir di area tersebut. Kedua Tambak Udang, Tambak udang menjadi komoditi yang sangat penting dan menjadi salah satu sumber pendapatan daerah terbesar. Dengan adanya tambak udang di Waterfront City  diharapkan dapat meningkatkan efektifitas dalam produksi dan distribusi dari hasil Tambak tersebut. Selain itu juga Waterfront City dapat menjadi salah satu akses menuju pelabuhan. Kemudian Pusat Kebudayaan , Cirebon mempunyai kebudayaan yang sangat kaya, batik trusmi yang menjadi satu daya tarik terkuat. Motif-motifnya yang khas menjadikan batik trusmi banyaik dicari oleh wisatawan untuk dijadikan buah tangan. Pembangunan pusat kebudayaan di Waterfront City ini diharapkan menjadi salah satu ajang promosi bagi kota Cirebon, terlebih di bidang pariwisata dan budaya. Lalu perlu adanya Ruang Terbuka Hijau yang didalamnya terdapat tempat rekreasi, sentra kebudayaan dan pusat ekonomi di dalam Waterfront City. Selain itu, Ruang terbuka hijau ini dapat berfungsi sebagai tempat parkir dan assembly point jika terjadi hal mendesak. Kemudian perlu adanya tempat pengolahan limbah mandiri didalamnya sebagai langkah untuk meminimalisir dampak negative dari aktivitas pembangunan yaitu dengan cara membangun sebuah alat pengolahan limbah pada kawasan waterfront, sehingga limbah yang ada tidak langsung menuju laut melainkan melalui kegiatan pengolahan terlebih dahulu agar tidak mencemari kawasan pantai. Hal lain yang perlu ada didalam Waterfront City ialah Pasar. Pasar merupakan pusat ekonomi yang sangat penting dan menjanjikan bagi masyarakat pesisir itu sendiri. Kegiatan jual beli, baik hasil laut, hasil tambak, hasil olahan laut, bahkan hasil kreatifitas masyarakat berupa cinderamata dapat dijual disini. Hal penting lainnya yang perlu ada di Waterfront City adalah pengolahan hasil laut. Dimana Olahan hasil laut berupa terasi adalah produk unggulan yang dimiliki oleh kota Cirebon. Pembangunan tempat pengolahan hasil laut yang langsung terhubung dengan pusat kegiatan nelayan dan pemasaran diharapkan mampu memaksimalkan produktifitas pengrajin yang akan berpengaruh kepada taraf kehidupan masyrakat itu sendiri. Kemudian perlu adanya tempat rekreasi. Pantai Utara Cirebon yang tergolong kumuh dan kurang baik dalam penataannya jika ditangani dengan serius bukan tidak mungkin akan menjadi satu daya tarik bagi wisatawan. Tempat rekreasi berada di ujung Waterfront City dekat perairan. Selain itu, di area ini aka nada panggung pertunjukan dan ikon kota Cirebon itu sendiri yang memungkinkannya menjadi objek wisata baru yang menjanjikan. Dan yang terakhir yaitu pusat kegiatan nelayan. Pada pusat kegiatan nelayan ini terdapat Tempat Pelelangan Ikan (TPI), kegiatan bongkat muat, perawatan jarring-jaring, dan alat tangkap ikan lainnya, serta penyortiran hasil tangkapan laut. Area ini dijadikan sebagai pusat aktivitas nelayan yang akan datang dan pergi melaut.









Daftar Pustaka :
-Carr S, Francis M, Stone A.M, Rivlin L.G. 1992. Public Space: Environment and Behaviour Series, Cambridge. Cambridge University Press
-Kay dan Alder.1999. Coastal Planning and Management, Second Edition. Taylor and Francis. New York
-Sutrisno, E. 2014. Implementasi Pengelolaan Sumber Daya Pesisir Berbasis Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu Untuk Kesejahteraan Nelayan (Studi di Perdesaan Nelayan Cangkol Kelurahan Lemahwungkuk Kecamatan Lemahwungkuk Kota Cirebon). Jurnal Dinamika Hukum Vol 14(1)
-Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Nomor 33 ayat 3 Tahun 1945. 10 Agustus 2002. Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar